Selasa, 29 Mei 2012

Jalanan Macet, Tumpah dengan Ambisi Masyarakat


  •  Jalanan tidak berfungsi seperti biasa, sepi menjadi ricuh.
Malam itu, disepanjang jalan tampak kendaraan berlalu lalang dengan arah yang berlawanan, dari kendaraan roda dua, roda empat dan bahkan banyak  yang berjalan kaki, semua ini adalah pemandangan yang sedikit berbeda dari hari biasanya, semua warga yang berada di Tanjungpinang  malam itu, mempunyai andil dan harapan serta  ambisi yang sama.
            Dua kilometer merupakan jarak tempuh yang sangat jauh, apalagi bagi seorang pejalan kaki,  pada suasana yang gelap itu tidak mengurungkan keinginan orang-orang yang sudah memadati jalan itu, dengan jarak tempuh yang masih jauh dari  lokasi tujuan yang akan di buru warga,  menjadikan jalan itu untuk  ajang lomba  mencapai sasaran, berdesakan dan tidak ada yang mau mengalah satu sama lainnya, yang tua, yang dewasa maupun yang remaja.  Semuanya ingin segera sampai ke arah yang sama, terdengar suara anak kecil yang menangis lirih  merasakan udara yang panas saat itu, padahal waktu itu menunjukkan jam 7.30 malam, tapi udara tidak lagi bersahabat, seharusnya udara malam itu dingin, ditamba suasana jalan itu yang masih asri, karena banyaknya pepohonan di sepanjang jalan, Namun kenyataannya malam itu sudah seperti  neraka saja, udara menjadi panas dan ricuh akibat ulah masyarakat yang mulai memadati jalan, semuanya tidak bisa bersahabat lagi, pemandangan yang tidak akan terbayangkan oleh kebanyakan orang sebelumnya. Jalan  berubah menjadi  jalan buntu saja, pengendara kendaraan bermotor roda dua dan empat tidak bisa menarik gas motor lagi dengan standar kecepatan rata-rata, semua kendaraan terhenti oleh ribuan  kendaraan yang saling  berdesakan, pejalan kaki sanggup berjalan dengan jarak tempuh yang sangat jauh, dan bahkan pengendara roda empat pun  banyak yang memilih meninggalkan mobilnya yang mewah, dengan memarkirkan  kendaraannya di pinggir jalan sejauh dua kilometer dari sasaran tujuan, tanpa memperdulikan keutuhan mobil mewah yang dibawanya lagi.
            Jalan yang padat  itu, merupakan jalan umum yang jarang dilewati  oleh manusia pada malam hari, karena  jalan itu pada kenyataannya adalah jalan yang sangat sepi, jalan itu disebut oleh warga Tanjungpinanang dengan nama  Jalan Malang Rapat, bila dipadankan dengan kondisi suasana jalan pada saat itu, nama itu sangat erat hubungannya, “malang”  yang artinya sengsara dan “rapat” yang artinya padat, dan akan  terbayang betapa sengsaranya melawati jalan yang sudah tumpah dengan orang-orang yang ingin menang di garis finis, tanpa  memperdulikan keadaan yang menyesakkan, dan bahkan bagi orang yang tidak kuat mental mungkin saja bisa terkulai  lemas di jalan tersebut.
            Jalan Malang  Rapat yang biasanya sepi dan hening seperti kuburan, malam itu berubah menjadi malam tumpah oleh orang-orang yang akan menyaksikan langsung pagelaran acara pembukaan MTQ di kota ini. Jalanan tak lagi berfungsi sebagaimana biasanya, arah aturan jalan kendaraan yang biasanya dibagi menjadi dua alur kanan dan kiri berubah fungsi menjadi  jalan monoton dengan satu arah tujuan, dengan satu alur jalan yang sama. Jalan yang biasanya tidak terasa sempit,  bahjan terasa sekali saat itu, jalan itu tak ubahnya seperti  jalan setapak langkah  kaki bagi  pejalan kaki. Rombongan penduduk yang memadati jalan seperti  orang yang kehilangan kemudi, tidak lagi perduli dan bertimbang rasa, warga dan pejabat pada malam itu berkedudukan sama, tidak ada warga satu pun yang mau mengalah  bagi mobil pejabat, jelas mobil-mobil pejabat dengan plat merah membanjiri jalan malam itu, tapi mereka juga mengalami hal yang sama, mobil yang memiliki AC, pendingin ruangan  tak lagi bisa difungsikan, jendela-jendela mobil dibuka lebar-lebar lantaran panasnya udara, berbeda dengan orang-orang pejalan kaki ada yang hampir tersenggol oleh kendaraan roda dua, karena kendaraan roda dua maunya jalan dimuka saja  tanpa memperdulikan keselamatan pejalan kaki.
            Orang-orang yang mengendarai kendaraan  bermotor yang melintasi  di Jalan Malang Rapat, menjalani proses antrian yang  panjang, sepintas seperti pasien yang menunggu giliran yang akan diperiksa oleh sang dokter, semuanya  bisa saja sampai pada tujuan, walaupun proses perjalanan tidak nyaman dan membuat napas kembang-kempis. Namun, sesampainya di tempat tujuan,  mobil mau pun motor tidak bisa berparkir  cantik lagi, tidak ada tempat yang bisa disisipkan lagi,  tidak ada tempat spesial lagi, mau tidak mau, terima tidak terima jalan lagi yang menjadi sasaran, sepanjang jalan sekitar satu kilometer pinggiran jalan padat oleh parikran kendaraan yang tidak tersusun rapi, pinggir jalan yang penuh lalang pun dijadikan arena parkir. Mobil mewah tak peduli lagi dengan kilat mobilnya, walau pun bakalan calar mobil yang terparkir, kenyataannya orang-orang yang  empunya mobil  seenaknya memarkirkan mobilnya  di sepanjang jalan. Jalan yang berfungsi untuk perjalanan, malam itu menjadi ajang parkir dan tumpahan ribuan orang-orang yang berjalan kaki,  yang datangnya entah dari mana dan dari bebagai penjuru yang tinggal di Tanjungpinang.
            Jalan Malang Rapat benar akan  bernasib malang oleh kerapatan mobil dan orang-orang, hal ini terjadi kembali pada arus pulang, tak jauh berbeda dengan kondisi awal  keberangkatan penduduk Tanjungpinang untuk hadir di pembukaan MTQ, pada waktu pulang kondisi jalan lebih parah dari semula, karena saat pengunjung pulang, semuanya  hampir bersamaan, jarum jam menujukkan  10 malam, sebenarnya  terhitung masih  awal untuk melanjutkan perjalanan pulang, namun banyak orang berharap pulang awal akan membuahkan hasil yang awal juga sampai kerumah masing-masing, semua orang akan berpikiran pada hal dan harapan yang sama, akan tetapi fakta di lapangan dangan pola pikir seseorang itu tidak berjalan seperti harapan yang diidamkan, tentunya pengendara kendaraan bermotor memperkirakan jam 10 malam berundur dari lokasi keramaian pembukaan MTQ merupakan jam yang tepat untuk menghindari  kemacetan jalan, dan perkiraan  akan sampai ke rumah sekitar 11. 30 malam, bagi orang tua yang membawa momongan mau pun orang tua yang mempunyai anak-anak yang akan sekolah pada keesokan harinya tidak akan takut lagi anak-anaknya akan mengantuk ketika belajar di sekolah keesokannya.
            Orang-orang berangsur lebih awal pulang sebelum acara pembukaan MTQ berakhir, dengan  sigap menjalankan kendaraan bermotor di Jalan Malang Rapat, alhasil jalanan  tersebut jauh lebih padat dari  kedatangan  penonton tadinya. Pada arus pulang, ruas jalan dipakai asal-asalan sesuka hati pengguna jalan, kalau semula awal kedatangan jalan digunakan untuk sarana sampai pada acara MTQ, pada waktu pulang orang-orang menggunakan jalan sebagai sarana untuk segera menuju arah kota untuk sampai di kediaman masing-masing. Alur jalan derastis menjadi satu lajur dan satu alur, bahkan satu alur jalan digunakan menjadi 3 alur mobil dengan arah yang sama, akibatnya jalanan macet sekitar 3-5 kilometer, kendaraan bermotor terutama roda empat  terjebak tidak bergerak, kelajuan mobil seharunya bisa mencapai 2 menit saja untuk sejauh 1 kilometer, berubah manjadi 1 jam untuk ½ kilometer, dapat dibayangkan betapa padatnya Jalan Malang Rapat saat itu, kemacetan jalan diperburuk lagi oleh para pejalan kaki yang berjalan melintas menyebrangi mobil dan motor roda dua semaunya saja, udara semakin memburuk dan bertamba panas sudah seperti dalam oven roti. Pergeseran jam pun berlalu tanpa disadari bagi pengunjung roda dua dan roda empat. Jarum jam sudah menunjukkan  12 malam, keadaan jalan yang sudah tumpah oleh masyarakat Tanjungpinang belum lagi berakhir, tak satu pun mobil dan motor mampu melawati jalanan itu dengan mulus dan tanpa hambatan.
            Pada jam 1 malam, jalanan masih seperti pada kemacetan awal, sekitar 4 jam  tidak ada artinya 3 kilometer tanpa mengalami perubahan, semua orang berkeluh kesah, anak-anak yang masih terjaga berteriak-teriak dipangkuan ibunya dengan berkinginan pulang, dan ada pula anak-anak yang sudah tertidur digendongan ibu mereka pada boncengan motor, sudah separah ini kondisinya, belum juga ada petugas keamanan yang turut andil untuk memecahkan masalah pengguna jalan, akhirnya ada warga sekitar yang kreatif dengan mengarahkan arah jalan pintas, yaitu melawati jalan tidak beraspal dan kotor. Jalan pintas itu bukan jalan pintas cepat, malainkan jalan yang jauh dari pangkal jalan raya umum, mau tidak mau karena masyarakat sekitar mengarahkan  pengemudi untuk melintasi jalan  yang diarahkan ke arah jalan pintas, semua pengendara bermotor merubah arah jalan dengan mengikuti arah jalan pintas  tersebut. Sementara jalan raya umum belum bisa di fungsikan dengan baik, karena itu jalan raya umum baru mulai renggang oleh aktivitas arus pulang masyarakat sekitar jam 2 malam.  Dengan begitu, artinya jalan tidak dapat berfungsi sekitar 4 jam dengan kondisi  macet total sekitar 3-5 kilometer,  pengguna jalan tak dapat mengendarai kendarannya dengan lancar dan tertib waktu itu. Hal ini berakhir dengan banyaknya keluhan dari berbagai pihak, karena jalan bukan jalan, jalan Tanjungpinang sama saja fotocopy dari jalan Jakarta.(Hindun.B.8 29/5)      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar