- Jalanan tidak berfungsi seperti biasa, sepi menjadi ricuh.
Malam itu,
disepanjang jalan tampak kendaraan berlalu lalang dengan arah yang berlawanan,
dari kendaraan roda dua, roda empat dan bahkan banyak yang berjalan kaki, semua ini adalah
pemandangan yang sedikit berbeda dari hari biasanya, semua warga yang berada di
Tanjungpinang malam itu, mempunyai andil
dan harapan serta ambisi yang sama.
Dua
kilometer merupakan jarak tempuh yang sangat jauh, apalagi bagi seorang pejalan
kaki, pada suasana yang gelap itu tidak
mengurungkan keinginan orang-orang yang sudah memadati jalan itu, dengan jarak
tempuh yang masih jauh dari lokasi
tujuan yang akan di buru warga,
menjadikan jalan itu untuk ajang
lomba mencapai sasaran, berdesakan dan
tidak ada yang mau mengalah satu sama lainnya, yang tua, yang dewasa maupun
yang remaja. Semuanya ingin segera
sampai ke arah yang sama, terdengar suara anak kecil yang menangis lirih merasakan udara yang panas saat itu, padahal
waktu itu menunjukkan jam 7.30 malam, tapi udara tidak lagi bersahabat, seharusnya
udara malam itu dingin, ditamba suasana jalan itu yang masih asri, karena
banyaknya pepohonan di sepanjang jalan, Namun kenyataannya malam itu sudah seperti
neraka saja, udara menjadi panas dan
ricuh akibat ulah masyarakat yang mulai memadati jalan, semuanya tidak bisa
bersahabat lagi, pemandangan yang tidak akan terbayangkan oleh kebanyakan
orang sebelumnya. Jalan berubah menjadi jalan
buntu saja, pengendara kendaraan bermotor roda dua dan empat tidak bisa menarik
gas motor lagi dengan standar kecepatan rata-rata, semua kendaraan terhenti oleh
ribuan kendaraan yang saling berdesakan, pejalan kaki sanggup berjalan
dengan jarak tempuh yang sangat jauh, dan bahkan pengendara roda empat pun banyak yang memilih meninggalkan mobilnya yang
mewah, dengan memarkirkan kendaraannya di
pinggir jalan sejauh dua kilometer dari sasaran tujuan, tanpa memperdulikan
keutuhan mobil mewah yang dibawanya lagi.
Jalan yang
padat itu, merupakan jalan umum yang
jarang dilewati oleh manusia pada malam
hari, karena jalan itu pada kenyataannya
adalah jalan yang sangat sepi, jalan itu disebut oleh warga Tanjungpinanang
dengan nama Jalan Malang Rapat, bila
dipadankan dengan kondisi suasana jalan pada saat itu, nama itu sangat erat
hubungannya, “malang” yang artinya
sengsara dan “rapat” yang artinya padat, dan akan terbayang betapa sengsaranya
melawati jalan yang sudah tumpah dengan orang-orang yang ingin menang di garis
finis, tanpa memperdulikan keadaan yang menyesakkan, dan bahkan bagi orang
yang tidak kuat mental mungkin saja bisa terkulai lemas di jalan tersebut.
Jalan
Malang Rapat yang biasanya sepi dan
hening seperti kuburan, malam itu berubah menjadi malam tumpah oleh orang-orang
yang akan menyaksikan langsung pagelaran acara pembukaan MTQ di kota ini.
Jalanan tak lagi berfungsi sebagaimana biasanya, arah aturan jalan kendaraan
yang biasanya dibagi menjadi dua alur kanan dan kiri berubah fungsi
menjadi jalan monoton dengan satu arah
tujuan, dengan satu alur jalan yang sama. Jalan yang biasanya tidak terasa sempit,
bahjan terasa sekali saat itu, jalan itu tak ubahnya
seperti jalan setapak langkah kaki bagi
pejalan kaki. Rombongan penduduk yang memadati jalan seperti
orang yang kehilangan kemudi, tidak lagi perduli dan bertimbang rasa,
warga dan pejabat pada malam itu berkedudukan sama, tidak ada warga satu pun
yang mau mengalah bagi mobil pejabat,
jelas mobil-mobil pejabat dengan plat merah membanjiri jalan malam itu, tapi mereka
juga mengalami hal yang sama, mobil yang memiliki AC, pendingin ruangan tak lagi bisa difungsikan,
jendela-jendela mobil dibuka lebar-lebar lantaran panasnya udara, berbeda
dengan orang-orang pejalan kaki ada yang hampir tersenggol oleh kendaraan roda
dua, karena kendaraan roda dua maunya jalan dimuka saja tanpa memperdulikan
keselamatan pejalan kaki.
Orang-orang
yang mengendarai kendaraan bermotor yang
melintasi di Jalan Malang Rapat, menjalani
proses antrian yang panjang, sepintas
seperti pasien yang menunggu giliran yang akan diperiksa oleh sang dokter, semuanya bisa saja sampai pada tujuan, walaupun proses
perjalanan tidak nyaman dan membuat napas kembang-kempis. Namun, sesampainya di
tempat tujuan, mobil mau pun motor tidak
bisa berparkir cantik lagi, tidak ada
tempat yang bisa disisipkan lagi, tidak
ada tempat spesial lagi, mau tidak mau, terima tidak terima jalan lagi yang
menjadi sasaran, sepanjang jalan sekitar satu kilometer pinggiran jalan padat
oleh parikran kendaraan yang tidak tersusun rapi, pinggir jalan yang penuh
lalang pun dijadikan arena parkir. Mobil mewah tak peduli lagi dengan kilat
mobilnya, walau pun bakalan calar mobil yang terparkir, kenyataannya orang-orang yang empunya mobil seenaknya memarkirkan mobilnya
di sepanjang jalan. Jalan yang berfungsi untuk perjalanan, malam itu menjadi ajang
parkir dan tumpahan ribuan orang-orang yang berjalan kaki, yang datangnya entah dari mana dan dari
bebagai penjuru yang tinggal di Tanjungpinang.
Jalan Malang
Rapat benar akan bernasib malang oleh kerapatan mobil dan orang-orang, hal
ini terjadi kembali pada arus pulang, tak jauh berbeda dengan kondisi awal
keberangkatan penduduk Tanjungpinang untuk hadir di pembukaan MTQ, pada waktu
pulang kondisi jalan lebih parah dari semula, karena saat pengunjung pulang,
semuanya hampir bersamaan, jarum jam menujukkan 10 malam, sebenarnya terhitung masih awal untuk melanjutkan perjalanan pulang, namun banyak orang berharap pulang awal akan membuahkan hasil yang awal juga
sampai kerumah masing-masing, semua orang akan berpikiran pada hal dan harapan
yang sama, akan tetapi fakta di lapangan dangan pola pikir seseorang itu
tidak berjalan seperti harapan yang diidamkan, tentunya pengendara kendaraan bermotor memperkirakan jam 10 malam
berundur dari lokasi keramaian pembukaan MTQ merupakan jam yang tepat untuk menghindari kemacetan jalan, dan perkiraan akan sampai ke
rumah sekitar 11. 30 malam, bagi orang tua yang membawa
momongan mau pun orang tua yang mempunyai anak-anak yang akan sekolah pada keesokan
harinya tidak akan takut lagi anak-anaknya akan mengantuk ketika belajar di sekolah keesokannya.
Orang-orang berangsur
lebih awal pulang sebelum acara pembukaan MTQ berakhir, dengan sigap menjalankan kendaraan bermotor di Jalan Malang Rapat, alhasil jalanan tersebut jauh lebih padat dari kedatangan penonton tadinya. Pada arus pulang, ruas jalan dipakai asal-asalan sesuka hati
pengguna jalan, kalau semula awal kedatangan jalan digunakan untuk sarana
sampai pada acara MTQ, pada waktu pulang orang-orang menggunakan jalan sebagai
sarana untuk segera menuju arah kota untuk sampai di kediaman masing-masing. Alur jalan derastis menjadi satu lajur dan satu alur, bahkan satu alur jalan digunakan menjadi 3 alur mobil dengan arah yang sama, akibatnya jalanan macet
sekitar 3-5 kilometer, kendaraan bermotor terutama roda empat terjebak tidak bergerak, kelajuan mobil
seharunya bisa mencapai 2 menit saja untuk sejauh 1 kilometer, berubah manjadi
1 jam untuk ½ kilometer, dapat dibayangkan betapa padatnya Jalan Malang Rapat
saat itu, kemacetan jalan diperburuk lagi oleh para pejalan kaki yang berjalan
melintas menyebrangi mobil dan motor roda dua semaunya saja, udara semakin memburuk
dan bertamba panas sudah seperti dalam oven roti. Pergeseran jam pun berlalu tanpa disadari bagi pengunjung
roda dua dan roda empat. Jarum jam sudah menunjukkan 12 malam, keadaan jalan yang sudah tumpah oleh masyarakat
Tanjungpinang belum lagi berakhir, tak satu pun mobil dan motor mampu melawati
jalanan itu dengan mulus dan tanpa hambatan.
Pada jam 1
malam, jalanan masih seperti pada kemacetan awal, sekitar 4 jam tidak ada artinya 3 kilometer tanpa
mengalami perubahan, semua orang berkeluh kesah, anak-anak yang masih terjaga berteriak-teriak dipangkuan ibunya dengan berkinginan pulang, dan ada pula anak-anak yang sudah tertidur digendongan ibu
mereka pada boncengan motor, sudah separah ini kondisinya, belum juga ada
petugas keamanan yang turut andil untuk memecahkan masalah pengguna jalan,
akhirnya ada warga sekitar yang kreatif dengan mengarahkan arah jalan pintas, yaitu melawati
jalan tidak beraspal dan kotor. Jalan pintas itu bukan jalan pintas cepat,
malainkan jalan yang jauh dari pangkal jalan raya umum, mau tidak mau karena masyarakat
sekitar mengarahkan pengemudi untuk melintasi jalan yang diarahkan ke arah jalan pintas, semua pengendara
bermotor merubah arah jalan dengan mengikuti arah jalan pintas tersebut. Sementara jalan raya umum belum bisa di
fungsikan dengan baik, karena itu jalan raya umum baru mulai renggang oleh aktivitas arus
pulang masyarakat sekitar jam 2 malam. Dengan begitu, artinya jalan tidak dapat
berfungsi sekitar 4 jam dengan kondisi macet total sekitar 3-5 kilometer, pengguna jalan tak
dapat mengendarai kendarannya dengan lancar dan tertib waktu itu. Hal ini berakhir dengan
banyaknya keluhan dari berbagai pihak, karena jalan bukan jalan, jalan
Tanjungpinang sama saja fotocopy dari jalan Jakarta.(Hindun.B.8 29/5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar