Senin, 30 April 2012

Cerita : Sejarah nama "HINDUN" di zaman Rasulullah SAW


                                   OLEH :
penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 23 - Juni - 2007 22:24:36

Istri pembesar Makkah adl sebuah kedudukan yg mulia. Terlebih bila membuka hati utk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Islam akan menghapus segala kesalahan yg pernah dibuatnya.
Istri pembesar Makkah itu adl Hindun bintu ‘Utbah bin Rabi’ah bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf Ummu Mu’awiyah istri Abu Sufyan bin Harb ibu sahabat yg mulia Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Ibu bernama Shafiyyah bintu Umayyah bin Haritsah bin Al-Auqash bin Murrah bin Hilal bin Falij bin Dzakwan bin Tsa’labah bin Bahtah bin Salim.
Sebelum kehadiran Abu Sufyan dlm kehidupan Hindun pernah menikah dgn Hafsh bin Al-Mughirah bin Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum. Dari pernikahan itu lahir seorang anak laki2 bernama Aban.

Ketika Hindun menjanda dia meminta kepada ayah ‘Utbah bin Rabi’ah “Aku seorang wanita yg bisa menentukan urusanku mk jangan nikahkan aku sebelum engkau beritahukan padaku.” Sang ayah menyetujui permintaannya.

Suatu ketika ‘Utbah menawarkan pilihan kepada Hindun “Ada dua orang pria yg meminangmu dan aku tdk akan menyebutkan nama padamu sebelum kugambarkan padamu lbh dulu sifat mereka.” ‘Utbah menceritakan laki2 yg pertama adl orang yg mulia mudah diatur istri krn dia orang yg tdk begitu peduli halus budi pekerti dia akan mengikuti si istri bila si istri mengikuti istri pun bisa menguasai hartanya. Sementara yg lain seorang yg sangat mulia pandangan tajam keturunan mulia dia dapat mengatur keluarga sementara mereka tdk bisa mengatur bila keluarga mematuhi dia akan memudahkan urusan mereka namun bila keluarga menjauhi dia akan merasa cemburu. Dia orang yg emosional dan sangat menjaga kehormatan keluarganya.
Hindun memilih orang yg kedua. Dia terkesan dgn akhlak laki2 itu. “Dia Abu Sufyan bin Harb” kata ‘Utbah.

Hindun bintu ‘Utbah dan Abu Sufyan bersatu dlm rumah tangga masih di atas agama nenek moyang mereka. Bahkan mereka turut membela agama itu tatkala perang Badr meletus. Begitu pula saat perang Uhud. Hindun bersama wanita-wanita musyrikah Makkah turut menghasung dan menyemangati pasukan musyrikin. Ketika perang telah berhenti Hindun dan wanita-wanita yg lain datang mencincang jasad kaum muslimin. Hidung dan telinga mereka dipotong perut mereka dirobek. Hindun sendiri merobek perut Hamzah bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu. Dipotong hati Hamzah dimasukkan ke mulut dan dikunyah-kunyah lalu dia muntahkan kembali.

Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak memberikan akhir kehidupan yg baik bagi mereka berdua. Bulan Ramadhan tahun 8 Hijriyah adl tahun kemenangan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin memasuki kota Makkah dlm keadaan aman. Keadaan telah berubah. Kaum muslimin yg dulu terusir dari Makkah -tanah air mereka- dlm keadaan tertindas dan terhina kini menjadi pasukan yg begitu menakjubkan dan disegani oleh kaum musyrikin Makkah. Tidak ada pilihan lain kecuali mereka masuk Islam.
Demikian pula keadaan Hindun dan Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Mereka pun akhir menyongsong kebaikan yg Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan lewat Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hindun bintu ‘Utbah radhiyallahu ‘anha bersama para wanita lain yg masuk Islam mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di Al-Abthah utk berbaiat di hadapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Wahai Rasulullah” kata Hindun “Segala pujian hanyalah milik Allah yg telah memenangkan agama yg telah dipilih-Nya utk diri-Nya ini. Sungguh kekerabatanmu akan bermanfaat bagiku wahai Muhammad. Aku adl seorang wanita yg beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya. Aku Hindun bintu ‘Utbah.”
“Selamat datang wahai Hindun” sahut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Demi Allah dulu tdk ada seorang pun di bumi ini yg paling kuinginkan kehinaan selain engkau. Namun kini tdk ada seorang pun di bumi ini yg paling kuinginkan kemuliaan selain engkau” ujar Hindun. “Bahkan lbh dari itu” kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat-ayat Al Qur`an kepada mereka dan mereka pun berbai’at kepada beliau.

Ketika itu Hindun berkata “Kami mau berjabat tangan denganmu wahai Rasulullah!”
“Aku tdk berjabat tangan dgn wanita. Ucapanku pada seratus orang wanita sama dgn ucapanku terhadap seorang wanita” jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara isi bai’at itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta mereka utk tdk berzina dan tdk mencuri. “Apakah ada wanita merdeka yg berzina dan mencuri wahai Rasulullah?” sahut Hindun.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi “Dan tdk membunuh anak-anak kalian.”

“Kami telah mengasuh mereka sejak kecil tapi ketika besar engkau yg membunuh mereka di Badr” kata Hindun.
Sepulang dari hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Hindun segera menghancurkan berhala di rumah dgn kapak hingga berkeping-keping sambil berujar “Dulu kami tertipu denganmu!”

Hindun bintu ‘Utbah radhiyallahu ‘anha pernah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengadukan kekikiran suami “Wahai Rasulullah Abu Sufyan itu seorang yg bakhil. Dia tdk memberikan kecukupan padaku dan anakku kecuali apa yg kuambil dari harta dgn diam-diam.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasihatkan pada “Ambillah apa yg bisa mencukupimu dan anakmu dgn cara yg baik.”
Hindun bintu ‘Utbah radhiyallahu ‘anha kini menjadi seorang shahabiyah yg mulia. Dia meninggal pada masa khilafah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Hindun bintu ‘Utbah semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya.
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Sumber bacaan:
Al-Ishabah karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
Al-Isti’ab karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
Ath-Thabaqatul Kubra karya Al-Imam Ibnu Sa’d
Mukhtashar Siratir Rasul karya Al-Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
1 Terjadi perselisihan di kalangan ahli sejarah tentang wafat Hindun bintu ‘Utbah pada masa khilafah ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu ataukah khilafah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Sumber: www.asysyariah.com