Oleh ; Hindun
Walau
hari terasa panas ia tetap semangat untuk bekerja, dengan semangat dan cekatan Naen bapak tua yang
berumur 72 tahun menjalankan pompong miliknya, mengantar dan menjemput
penumpang di Plantar 1 Tanjungpinang /
pelabuhan bagi penumpang yang akan menyebrang ke Senggrang maupun Kampung Bugis, melayani dan mengantar
penumpang sampai ke tempat tujuan adalah pekerjaan Naen. Disela-sela
aktivitanya Sabtu (12/5), Pak Naen
sapaan akrabnya menyambut kami dengan senang hati, rambutnya yang
memutih jelas tampak disela-sela topinya, ciri khas Pak Naen ia selalu
mengenakan topi, namun wajah tuanya tak
mampu menutupi usianya yang sudah lanjut. Ketegaran dan keuletan Pak Naen dalam
bekerja membuat teman-teman disekitarnya senang berteman dengan Pak Naen,
selain ia sebagai orang yang dituakan, ia juga sebagai orang yang patut
diteladani, demikian yang disebutkan oleh teman-teman seprofesi Pak Naen.
“Saya bekerja menjalankan pekerjaan ini sejak
saya berumur 50 tahun waktu itu saya
merantau dari tempat asal saya Tembilahan, dan sejak berdrinya Bestari di
Tanjungpinang sekitar tahun 1990 an“ Bapak Naen
menjelaskan dengan senyum ramahnya. “Saya tidak ada pekerjaan lain.
Semua tetangga saya sibuk bekerja, maka inilah bagian kecil saya.” Pak Naen
menambahkan ucapannya.
Hujan
dan panas sudah biasa dilalui oleh Pak Naen, namun tak sedkitpun Pak Naen mengeluh
dalam mengerjakan tugasnya sebagai pembawa pompong, mengakui bahwa bekerja pembawa pompong pada usia yang mulai senja beresiko besar,
demi istri dan 3 orang cucu angkatnya ia rela bekerja keras, asal cucu-cucunya bahagia menurutnya.
Pak
Nean yang asli dan lahir di Tembilahan kelahiran tahun 1940 ini, menyadari
pendapatannya semakin hari semakin berkurang, karena itu ia mengubah ukuran
pompongnya, dulu pompong Pak Naen berukuran besar, karena masi banyak penumpang
yang menggunakan jasa-jasanya, seiring perjalanan waktu keadaan pun berubah,
sekarang pompong yang dipakai oleh Pak Naen tidak besar lagi, disamping
penumpang yang semakin sedikit, boros sekali bensin yang dipakai pompong besar,
bensin yang di beli Pak Naen dari pengecer botalan tak cukup 1 botol besar
aqua, berbeda dengan pompong kecil akan lebih hemat, setidaknya dangan 1 botol
aqua masih bisa mengantar jemput penumpang. Berkurangya pendapatan Pak Naen
semakin dirasakan, kalau dulu dalam sehari bisa mencapai ratusan ribu dalam
sehari, tapi sekarang dalam sehari paling tinggi mendapatkan 50 ribu imbuhnya
Kendala
Umumnya
kendala Pak Nean tak jauh berbeda dengan
para pembawa pompong lainnya, penyebab kurangnya penumpang karena jalan darat
dari Senggrang maupun Kampung Bugis sudah sering digunakan orang umum,
kebanyakan semua masyarakat Senggrang
maupun Kampung Bugis sudah memiliki kendaraan bermotor roda dua semua,
dan selain itu para pembawa pompong juga sudah banyak sekali, sehingga
penumpang terkadang memilih-milih
pompong yang bagus untuk dinaiki oleh penumpang, saat ini hanya mengharapkan pelanggan yang
lama-lama saja, karena pelanggan lama tetap mencari Pak Naen untuk dapat
mengantarkan penumpang ke seberang, demikian Pak Naen mengatakan dengan
polosnya. Pekerjaan membawa pompong juga dipengaruhi oleh cuaca, dan surut
pasang air laut, karena itu jadwal khusus bagi Pak Naen dapat dikatakan tidak
terjadwal. Apabila air laut surut jauh maka sianglah ia baru berangkat kerja,
dan ketika hujan terlalu deras, ia juga enggan bekerja, lantran penumpang
banyak yang takut juga menyebrang dengan cuaca seperti itu, kata Pak Naen.
Suka dan Duka
Pak
Naen yang memiliki 2 orang anak dan 3 orang cucu angkat, mengisahkan perasaan
sukanya adalah ketika membawa penumpang yang belum pernah dikenal, akan
mempunyai kenalan baru, dan ramainya penumpang membuat Pak Naen senang, misalnya
ada acara-acara tertentu di Senggarang. Selain itu yang membuat Pak Naen bisa
mendapatkan penghasilan lebih, ketika
ada Kapal Perintis datang, karena banyak barang yang harus diantarkan ke tepian, dan penghasilan
ini sangat lumayan. Berbeda sekali dengan keseharian yang semakin hari semakin
sepi, tidak hanya itu menunggu penumpang harus sampai penuh untuk 1 pompong
baru diantar, ini akan jauh lebih untung dan tidak rugi, memang harus benar-benar sabar menunggu penumpang
agar pekerjaan ini dapat hasil dan tak sia-sia, kata Pak Naen, mengingat masa
dukanya pada saat bekerja adalah saat menunggu penumpang, dan pernah juga
penumpang marah dan kesal karena harus menunggu pompong penuh, sehingga
terkadang walau hanya 1 orang tetap harus diantarkan, namun penumpang bisanya
membayar lebih, sebesar 10 ribu, beda dengan target biasanya, kalau membawa
penumpang dengan jumlah lebih 1 orang dan pompong penuh dengan penumpang,
biasanya dikenakan biaya sebesar 4 ribu sampai 5 ribu, sedangkan untuk
anak-anak sekolah ongkos dikenakan 2 ribu saja. Dan hal lebih menyakitkan
pernah juga penumpang tidak bayar, karena orang tersebut benar-benar tidak
punya ongkos. Namun, alhamdulillah setiap harinya ada saja penumpang yang naek
pompongnya, paling tidak 1 atau 2 orang.
Bagi
Pak Naen yang hidup sehari-harinya dengan istrinya Sakdiah ini, tak pernah
merasa kecewa dengan pekerjaan sehari-harinya ini, karena tanggung jawab terhadap istri dan
cucunya masih menjadi tanggungannya, sedangkan anak-anaknya berada di Batam dan
Tarempa, meskipun anak-anaknya sudah besar, tidak mungkin juga Pak Naen harus
hidup dengan belas kasihan anak-anak, terlebih sekali anak-anak Pak Naen
meskipun anak-anak sudah menikah semua tapi bukan keluarga yang berlebih, sama
saja dengan saya, pas-pasan Pak Naen
menceritakan.
Bagi
Pak Naen yang tingganya di Kampung Bugis, rasa tanggung jawab Pak Naen ini membuat Pak Naen harus
setiap hari bekerja, dan harus dapat uang setidak-tidaknya 50 ribu perhari,
karena ia membesarkan cucu angkatnya dengan memberi jajan pada cucunya sekitar
10 ribu samapai 15 ribu perharinya, juga memenuhi kebutuhan sehari-hari di
rumah, karena tidak ada lagi kerja sampingan, istrinya Sakdiah sehari-harinya
hanya sebagai ibu rumah tangga biasa yang menjaga dan membesarkan ke 3
cucu-cucunya. Cucu yang yang pertama sudah tamat sekolah, sedangkan cucunya
yang ke2 dan ke 3 masih duduk di SMP 11 Kampung Bugis.
Sebenarnya
Pak Naen dengan usianya yang sudah senja ini harusnya banyak istirahat, namun
motivasinya untuk membahagiakan cucu-cucu angkatnya membuat ia selalu kuat dan
tegar, cucu-cucu angkat Pak Naen semula merupakan anak dari tetangga-tetangga
Pak Naen, Pak Naen yang sudah merasa tua merasa sepi sekali, karena itu ia
membesarkan cucu-cucu angkatnya dengan tekat harus kuat dan mampu membiayai
kehidupan sehari-hari, dan karena itu
Pak Naen tak pernah merasa mundur untuk berhenti bekerja, dengan usia 72 tahun
ia tetap mau bekerja keras.
Harapan
Bagi
Pak Naen, kelengkapan asesoris bagi pompong perlu, pernah diberi bantuan oleh
pemerintah PEMKO dari Ibu Wali Kota berupa bantuan pelampung, untuk melengkapi
perlengkapan pompon, namun itu semua tidak cukup, dan pernah pemerintah juga
akan memberikan bantuan dana berupa uang Cash, tapi sayang sampai saat ini
belum adanya kepastian, Pak Naen sangat berharap pemerintah dapat memberi
bantuan kepada kami, bisa berupa uang Cash karena dengan uang itu bisa saja
kami belikan untuk membenahi fasilitas pompong kami, dan bahkan kami bisa beli
yang baru lagi, karena jujur pompong kami sudah layak digantikan, Pak Naen mengharpkan
untuk waktu kedepannya, agar pemerintah dapat memperhatikan kami, ujarnya penuh
harap. Hindun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar